Be Inspiring Teacher

Minggu, 14 Januari 2018

INTEGRASI LITERASI SAINS DALAM PEMBELAJARAN IPA


Perkembangan teknologi menjadi ciri tersendiri untuk abad ke-21, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah membawa pengaruh terhadap perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Kondisi yang dialami bangsa Indonesia saat ini adalah belum banyaknya sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengikuti kemajuan IPTEK secara optimal. SDM yang dibutuhkan untuk bisa bersaing di era globalisasi adalah SDM yang berkualitas, mampu berkompetisi secara global baik dari segi pikiran, keahlian, maupun keterampilan. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas tentu erat kaitannya dengan pendidikan yang berperan dalam melahirkan generasi penerus bangsa yang mampu berkompetisi di dunia Internasional karena pendidikan berkontribusi besar dalam mempersiapkan kader bangsa.

Literasi Sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman, 2007). Literasi IPA (Scientific Literacy) didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003). Menurut Suhendra Yusuf (2003), literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan hasil studi literasi sains yang diadakan oleh PISA (Programme for International Student Assessment), tergambar bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam bersaing di tingkat Internasional masih harus lebih ditingkatkan. Dalam beberapa periode tahun terakhir ini Indonesia menempati peringkat bawah di antara negara-negara peserta studi literasi lainnya. Siswa Indonesia dengan pencapaian skor literasi sains sekitar 400 poin berarti baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (seperti nama, fakta, istilah, rumus sederhana) dan menggunakan pengetahuan ilmiah umum untuk menarik atau mengevaluasi suatu kesimpulan.
Pembelajaran di sekolah melalui pelajaran IPA diharapkan dapat mengembangkan kemampuan siswa menghadapi kemajuan IPTEK dengan literasi sains, berawal dari kurikulum di sekolah. Perubahan kurikulum di Indonesia terjadi karena konsekuensi logis perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Dapat dikatakan bahwa kurikulum merefleksikan dan merupakan produk pada suatu zaman. Hal ini bisa terlihat ketika mulai terdengar istilah literasi sains untuk menghadapi permasalahan global, maka beberapa negara kemudian menjadikan literasi sains sebagai tujuan kurikulum saat itu dan sampai saat ini.
Pembelajaran IPA perlu diimplementasikan dengan memperhatikan literasi sains yang ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yaitu proses, produk dan sikap. PISA (2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains, yaitu: (1) mengenal pertanyaan ilmiah; (2) mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah; (3) menarik dan mengevaluasi kesimpulan; (4) mengkomunikasikan kesimpulan yang valid; (5) mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains. Tiga dimensi dalam sains atau IPA yaitu  IPA sebagai proses, IPA sebagai produk dan pengembangan sikap.
Adapun penjelasan dari tiga dimensi tersebut yaitu : IPA sebagai proses artinya siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan masalah dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan metode ilmiah, yaitu mengindentifikasi masalah, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancang percobaan, melakukan eksperimen, menganalisis data dan menarik kesimpulan. IPA sebagai produk artinya, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. IPA dalam pengembangan sikap artinya siswa diharapkan mempunyai minat untuk mmpelajari benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab.
Penguasaan kemampuan literasi sains dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pendekatan atau metode pembelajaran sains yang digunakan oleh guru dalam membangun konsep pembelajaran. Pembelajaran yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu siswa terkait topik pembelajaran dan mendorong semangat siswa untuk memecahkan masalah yang disajikan guru diyakini mampu membangun keterampilan proses sains yang merupakan bagian dari aspek kompetensi literasi sains. Salah satu metode pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran sains adalah metode praktikum yang menggunakan langkah-langkah metode ilmiah dalam membangun konsep pengetahuan.
Melalui kegiatan praktikum yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPA, akan melatih siswa terbiasa untuk bisa merencanakan pembelajarannya, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajarannya secara mandiri. Jadi, kemampuan literasi sains siswa pada aspek pengetahuan dan kompetensi sains dapat dioptimalkan melalui penerapan pembelajaran berbasis kegiatan praktikum.
Kemampuan literasi sains juga mencakup kemampuan dalam memahami NOS (Nature of Science) yang sejalan dengan konsep keterampilan inkuiri sains seperti merancang percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menggambar kesimpulan yang ditarik berdasarkan bukti ilmiah (Mc. Donald & Dominguez dalam Salamon, 2007). Pembelajaran inkuiri ini juga sejalan dengan pembelajaran berbasis konstruktivisme yang juga berpotensi untuk bisa mendorong munculnya berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk bisa menguasai kemampuan literasi sains. Pembelajaran berbasis konstruktivisme memfasilitasi siswa untuk bisa mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri dalam hubungannya dengan dunia nyata.
Penerapan literasi sains dalam pembelajaran IPA di sekolah harus melalui kegiatan-kegiatan ilmiah yang mencakup tiga komponen penting yaitu  IPA sebagai proses, IPA sebagai produk dan pengembangan sikap. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran di sekolah harus mendukung kemampuan literasi sains siswa seperti praktikum, pembuatan karya ilmiah, problem solving, diskusi ilmiah dan lain sebagainya.
Literasi sains (Scientific Literacy) merupakan hal yang penting untuk dikuasai karena aplikasinya yang luas dan hampir di segala bidang. Negara-negara maju terus berupaya meningkatkan kemampuan literasi sains generasi muda dengan harapan agar bisa lebih kompetitif terutama dalam dunia kerja global. Konsep literasi sains mengharapkan siswa untuk memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari dan mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan sains yang telah dipahaminya. 
Oleh karena itu agar siswa dapat meningkatkan penguasaan materi sains, kecakapan hidup, kemampuan berpikir, dan kemampuan dalam melakukan proses-proses sains pada kehidupan nyata baik sebagai individu, sosial dan masyarakat dunia, dan juga untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan yang modern dengan perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat literasi sains sebaiknya diterapkan dalam pembelajaran sekolah – sekolah di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates