Perkembangan teknologi menjadi ciri tersendiri untuk
abad ke-21, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah membawa
pengaruh terhadap perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Kondisi yang
dialami bangsa Indonesia saat ini adalah belum banyaknya sumber daya manusia
(SDM) yang mampu mengikuti kemajuan IPTEK secara optimal. SDM yang dibutuhkan
untuk bisa bersaing di era globalisasi adalah SDM yang berkualitas, mampu
berkompetisi secara global baik dari segi pikiran, keahlian, maupun
keterampilan. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas tentu erat kaitannya
dengan pendidikan yang berperan dalam melahirkan generasi penerus bangsa yang
mampu berkompetisi di dunia Internasional karena pendidikan berkontribusi besar
dalam mempersiapkan kader bangsa.
Literasi Sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman, 2007). Literasi IPA (Scientific Literacy) didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003). Menurut Suhendra Yusuf (2003), literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Literasi Sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman, 2007). Literasi IPA (Scientific Literacy) didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputuan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003). Menurut Suhendra Yusuf (2003), literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan hasil studi literasi sains yang diadakan
oleh PISA (Programme for International Student Assessment),
tergambar bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam bersaing di tingkat
Internasional masih harus lebih ditingkatkan. Dalam beberapa periode tahun
terakhir ini Indonesia menempati peringkat bawah di antara negara-negara
peserta studi literasi lainnya. Siswa Indonesia dengan pencapaian skor literasi
sains sekitar 400 poin berarti baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah
berdasarkan fakta sederhana (seperti nama, fakta, istilah, rumus sederhana) dan
menggunakan pengetahuan ilmiah umum untuk menarik atau mengevaluasi suatu
kesimpulan.
Pembelajaran IPA perlu diimplementasikan dengan
memperhatikan literasi sains yang ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga
dimensi besar literasi sains yaitu proses, produk dan sikap. PISA (2000)
menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains, yaitu:
(1) mengenal pertanyaan ilmiah; (2) mengidentifikasi bukti yang diperlukan
dalam penyelidikan ilmiah; (3) menarik dan mengevaluasi kesimpulan; (4)
mengkomunikasikan kesimpulan yang valid; (5) mendemonstrasikan pemahaman
terhadap konsep-konsep sains. Tiga dimensi dalam sains atau IPA yaitu IPA
sebagai proses, IPA sebagai produk dan pengembangan sikap.
Adapun penjelasan dari tiga dimensi tersebut yaitu :
IPA sebagai proses artinya siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan
pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan
masalah dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan
metode ilmiah, yaitu mengindentifikasi masalah, merumuskan masalah, menyusun
hipotesis, merancang percobaan, melakukan eksperimen, menganalisis data dan
menarik kesimpulan. IPA sebagai produk artinya, siswa diharapkan dapat memahami
konsep-konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. IPA dalam
pengembangan sikap artinya siswa diharapkan mempunyai minat untuk mmpelajari
benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri,
bertanggung jawab.
Penguasaan kemampuan literasi sains dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain pendekatan atau metode pembelajaran sains yang
digunakan oleh guru dalam membangun konsep pembelajaran. Pembelajaran yang
mampu membangkitkan rasa ingin tahu siswa terkait topik pembelajaran dan
mendorong semangat siswa untuk memecahkan masalah yang disajikan guru diyakini
mampu membangun keterampilan proses sains yang merupakan bagian dari aspek
kompetensi literasi sains. Salah satu metode pembelajaran yang cocok untuk
pembelajaran sains adalah metode praktikum yang menggunakan langkah-langkah
metode ilmiah dalam membangun konsep pengetahuan.
Melalui kegiatan praktikum yang dilaksanakan dalam
pembelajaran IPA, akan melatih siswa terbiasa untuk bisa merencanakan
pembelajarannya, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajarannya
secara mandiri. Jadi, kemampuan literasi sains siswa pada aspek pengetahuan dan
kompetensi sains dapat dioptimalkan melalui penerapan pembelajaran berbasis
kegiatan praktikum.
Kemampuan literasi sains juga mencakup kemampuan dalam
memahami NOS (Nature of Science) yang sejalan dengan konsep
keterampilan inkuiri sains seperti merancang percobaan, mengumpulkan dan
menganalisis data, dan menggambar kesimpulan yang ditarik berdasarkan bukti
ilmiah (Mc. Donald & Dominguez dalam Salamon, 2007). Pembelajaran inkuiri
ini juga sejalan dengan pembelajaran berbasis konstruktivisme yang juga
berpotensi untuk bisa mendorong munculnya berbagai keterampilan yang dibutuhkan
untuk bisa menguasai kemampuan literasi sains. Pembelajaran berbasis
konstruktivisme memfasilitasi siswa untuk bisa mengkonstruksikan pengetahuannya
sendiri dalam hubungannya dengan dunia nyata.
Penerapan literasi sains dalam pembelajaran IPA di
sekolah harus melalui kegiatan-kegiatan ilmiah yang mencakup tiga komponen
penting yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai produk dan pengembangan
sikap. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran di sekolah harus mendukung
kemampuan literasi sains siswa seperti praktikum, pembuatan karya ilmiah,
problem solving, diskusi ilmiah dan lain sebagainya.
Literasi sains (Scientific Literacy)
merupakan hal yang penting untuk dikuasai karena aplikasinya yang luas dan
hampir di segala bidang. Negara-negara maju terus berupaya meningkatkan
kemampuan literasi sains generasi muda dengan harapan agar bisa lebih
kompetitif terutama dalam dunia kerja global. Konsep literasi sains
mengharapkan siswa untuk memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap diri dan
lingkungannya dalam menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari dan mengambil
keputusan berdasarkan pengetahuan sains yang telah dipahaminya.
Oleh
karena itu agar siswa dapat meningkatkan penguasaan materi sains, kecakapan
hidup, kemampuan berpikir, dan kemampuan dalam melakukan proses-proses sains
pada kehidupan nyata baik sebagai individu, sosial dan masyarakat dunia, dan
juga untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan yang modern dengan
perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat literasi sains sebaiknya
diterapkan dalam pembelajaran sekolah – sekolah di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar